Bambu telah lama memegang peranan penting dalam budaya tradisional, dengan beragam praktik mulai dari penanaman dan lukisan bambu hingga memuji keunggulannya.
Pemanfaatan produk bambu kini telah berkembang menjadi ekspresi pribadi yang trendi, menghasilkan warisan budaya yang kaya serta pelestarian kerajinan tradisional – anyaman bambu.
Kerajinan anyaman bambu ini sudah ada sejak zaman prasejarah, di mana orang-orang mulai membuat berbagai bentuk menggunakan irisan bambu dan alat penyayat bambu (gimlet). Pada awalnya, bambu digunakan untuk tujuan praktis, seperti membuat keranjang dan wadah untuk menyimpan makanan yang mereka kumpulkan. Kekuatannya yang alami, elastisitas, dan daya tahannya menjadikan bambu sebagai bahan utama yang sangat dihargai dalam pembuatan berbagai jenis wadah.
Seiring berkembangnya zaman, anyaman bambu tidak hanya digunakan untuk keperluan fungsional saja. Dinding bambu, tirai bambu, payung, topi, dan banyak produk lainnya menjadi bagian integral dari kehidupan sehari-hari. Proses anyaman bambu terbagi menjadi dua kategori: anyaman bambu halus, yang dikenal dengan istilah "proses anyaman bambu ban porselen," digunakan untuk membuat barang-barang halus seperti vas dan set teh; serta anyaman bambu kasar, yang mengubah kawat gabion yang dipotong, dikupas, diberi pencahayaan, dan dibelah menjadi barang-barang rumah tangga serta perabotan dekoratif seperti keranjang, kotak buah, tirai, dan kipas.
Namun, meskipun tradisi ini sangat dihargai, praktik anyaman bambu mengalami penurunan yang signifikan, terutama di Jepang. Meskipun pengakuan internasional terhadap kerajinan bambu sangat tinggi, dengan pameran di Museum Metropolitan di Amerika Serikat dan galeri-galeri khusus seperti TAI Modern di Santa Fe, New Mexico, popularitas anyaman bambu di luar negeri kini lebih tinggi dibandingkan di Jepang. Di Jepang sendiri, anyaman bambu telah menjadi seni yang langka, dengan kurang dari 50 pengrajin yang tersisa, dan hanya dua di antaranya yang diakui sebagai "harta nasional," termasuk Noboru Fujinuma, seorang seniman terkenal dalam bidang ini.
Noboru Fujinuma sendiri mencatatkan penurunan jumlah pengrajin bambu, dengan banyak dari mereka lebih memilih mengikuti desain-desain yang sudah ada, daripada menciptakan karya seni yang luar biasa. Hal ini menimbulkan keprihatinan tentang hilangnya keterampilan berharga yang sudah diwariskan turun-temurun. Kekurangan seniman muda yang memiliki kreativitas dan kemampuan estetika juga semakin memprihatinkan. Fenomena ini bukan hanya terjadi di Jepang, tetapi juga di Tiongkok, yang semakin menambah kesedihan kita mengingat keindahan luar biasa dari kerajinan tangan ini.
Saat ini, peran tradisional anyaman bambu sebagai kebutuhan sehari-hari semakin digantikan oleh produk-produk plastik dan keramik. Anyaman bambu kini beralih menjadi barang dekoratif dan seni, dengan produk-produk kontemporer yang lebih menekankan pada kebutuhan estetika serta mengintegrasikan elemen-elemen inovatif yang terinspirasi oleh desain modern. Meskipun demikian, keindahan dan ketahanan bambu tetap mempertahankan posisinya sebagai bahan yang berharga, meski fungsinya kini lebih sebagai karya seni.
Kerajinan anyaman bambu, yang berasal dari tradisi budaya yang kaya, telah berkembang jauh melampaui kegunaannya yang semula. Dari awal yang sederhana, di mana bambu digunakan untuk membuat wadah-wadah yang kuat dan tahan lama, hingga menjadi sebuah bentuk seni yang rumit, kerajinan ini terus menampilkan daya tarik estetika yang luar biasa. Anyaman bambu halus, yang dikenal dengan proses anyaman bambu ban porselen, menghasilkan barang-barang halus yang mempesona seperti vas dan set teh, dengan sambungan-sambungan yang tersembunyi secara cermat untuk menghasilkan tampilan seperti porselen. Sementara itu, anyaman bambu kasar mengubah kawat gabion menjadi benda-benda fungsional dan dekoratif, menampilkan betapa serbaguna dan luar biasanya kerajinan ini.
Sayangnya, tradisi anyaman bambu kini menghadapi ancaman kehilangan warisan ini di Jepang, dengan semakin sedikit pengrajin yang tersisa. Noboru Fujinuma memperingatkan bahwa penurunan jumlah pengrajin bambu, serta semakin jarangnya seniman muda yang memiliki kreativitas, bisa menyebabkan hilangnya keterampilan yang sudah bertahan selama berabad-abad. Fenomena ini juga dapat ditemukan di Tiongkok, menciptakan kesedihan tersendiri mengingat keindahan yang terkandung dalam kerajinan bambu ini.
Globalisasi dan perkembangan teknologi telah menggantikan kebutuhan praktis akan anyaman bambu, menjadikannya lebih sebagai barang seni dan dekoratif. Meski begitu, beberapa seniman masih berupaya mempertahankan dan memperbarui seni tradisional ini, menggabungkan desain modern dengan nilai-nilai tradisional yang mendalam. Diharapkan dengan upaya ini, kerajinan anyaman bambu yang telah berusia ribuan tahun ini dapat terus hidup dan berkembang, mewariskan warisan budaya yang berharga kepada generasi mendatang.
Jika Anda tertarik dengan keindahan dan sejarah anyaman bambu, sekarang adalah saat yang tepat untuk mulai mengapresiasi serta mendalami seni luar biasa ini, sebelum akhirnya lenyap dari ingatan kita.