Perjalanan salmon dari ikan yang kurang dihargai menjadi hidangan mewah yang digemari di seluruh dunia sungguh menarik dan mengejutkan.
Dulu dianggap remeh bahkan tidak diinginkan, salmon kini menjadi bintang di piring-piring banyak orang di berbagai belahan dunia. Lantas, bagaimana transformasi luar biasa ini bisa terjadi?
1. Apa Itu Salmon?
Nama "salmon" berasal dari kata Latin salmo, yang digunakan untuk menggambarkan ikan yang berasal dari Atlantik Utara. Ikan ini terkenal dengan perjalanan migrasinya yang panjang ke sungai-sungai Eropa untuk bertelur, sering kali melompati air terjun dalam perjalanan tersebut. Ahli biologi asal Swedia, Carl Linnaeus, kemudian mengklasifikasikan ikan ini sebagai Salmo salar, atau salmon Atlantik.
Dengan warna yang cerah, rasa yang kaya, dan tekstur yang menggoda, salmon secara alami memancarkan daya tarik "siap santap". Istilah "salmon" diperkenalkan ke wilayah berbahasa Tionghoa melalui Hong Kong, Makau, dan Taiwan, di mana nama Atlantic salmon diterjemahkan secara fonetik ke dalam bahasa Kantonis (sān wén yú). Di konteks Tionghoa, salmon biasanya merujuk pada salmon Atlantik, seperti yang berasal dari Norwegia, Australia, atau Skotlandia. Namun, ada juga spesies salmon lain, seperti salmon chum yang berasal dari Tiongkok bagian timur laut atau "salmon gunung salju" dari Lijiang, yang juga termasuk dalam kategori salmon. Ini menjadikan "salmon" lebih sebagai nama dagang daripada klasifikasi biologis yang ketat.
2. Apakah Salmon Sekarang Mayoritas Dibudidayakan?
Populernya salmon sebagai hidangan mewah membuat penangkapan ikan di Atlantik Utara meningkat pesat, mengakibatkan penurunan tajam jumlah populasi ikan salmon liar. Gaya hidup migrasi salmon, yang melibatkan pemijahan di air tawar, tumbuh di laut, dan kembali ke hulu untuk bertelur, semakin membatasi jumlah alami mereka. Selama perjalanan yang berat ini, salmon mengandalkan cadangan minyak dan protein, melompat hingga 60 cm untuk mengatasi hambatan sambil menghindari predator.
Untuk mengatasi penurunan jumlah ini, Norwegia mulai bereksperimen dengan budidaya salmon pada tahun 1960-an. Metode ini melindungi salmon dari predator dan menyediakan pakan yang melimpah, yang menyebabkan populasi mereka meningkat secara signifikan.
Salmon Pasifik juga muncul sebagai pemain penting di pasar global, dengan budidaya dan pemanenan yang berkembang pesat. Beberapa spesies salmon Pasifik sangat mirip dengan salmon Atlantik, dan keduanya sering dipasarkan dengan label "salmon" yang familiar untuk menarik konsumen. Untuk membedakan diri mereka, produsen salmon Atlantik, khususnya di Norwegia, mulai menonjolkan asal produk mereka sebagai "salmon Norwegia".
3. Apakah Orang Jepang Selalu Makan Salmon Sashimi?
Yang mengejutkan, salmon mentah tidak selalu populer di Jepang. Secara tradisional, orang Jepang menghindari makan salmon mentah karena hubungannya dengan rasa sakit perut dan diare yang disebabkan oleh parasit Anisakis yang ditemukan pada salmon liar, yang memakan krill.
Perubahan besar terjadi berkat inovasi dari Norwegia. Salmon yang dibudidayakan dan diberi pakan bebas parasit menjadi aman untuk dikonsumsi mentah, dengan daging berwarna merah muda yang menambah daya tarik visual. Salmon Norwegia mendapatkan julukan "salmon sashimi-grade", yang menandai awal kebangkitan global salmon.
Pada tahun 1974, delegasi perikanan Norwegia mengunjungi Jepang, menyadari permintaan seafood yang berkembang pesat seiring urbanisasi dan pertumbuhan populasi. Namun, pasar ikan Jepang awalnya menolak salmon Norwegia, menganggapnya sebagai ikan inferior. Pengusaha Norwegia Bjørn Ørbeck Olsen menargetkan restoran sushi dengan konveyor yang sedang berkembang, di mana pilihan terjangkau dan bervariasi menarik banyak pengunjung. Strategi ini berhasil mengenalkan salmon Norwegia kepada publik Jepang.
Tekstur salmon yang kaya dan berlemak ternyata bisa bersaing dengan bagian perut tuna yang sangat dihargai, tetapi dengan harga yang lebih terjangkau. Pada tahun 1995, ekspor salmon Norwegia ke Jepang melonjak tajam dari dua ton pada 1980 menjadi 6.000 ton, dan salmon kini menjadi makanan pokok dalam masakan Jepang.
4. Dari Mana Tiongkok Mengimpor Salmon?
Setelah popularitas salmon mentah meroket di Jepang, salmon juga mulai memasuki pasar Tiongkok. Pada tahun 2013, impor salmon Norwegia ke Tiongkok melampaui Jepang, dengan 80-90% di antaranya untuk konsumsi mentah.
Saat ini, Tiongkok mengimpor sekitar 80.000 ton salmon segar dan beku setiap tahunnya, dengan sumber utama termasuk Chile, Norwegia, Kepulauan Faroe, Australia, dan Kanada. Ekspor salmon Norwegia ke Tiongkok menunjukkan pertumbuhan yang luar biasa, dengan kenaikan 92% pada tiga kuartal pertama tahun 2019 dibandingkan dengan tahun sebelumnya. Norwegia tetap menjadi sumber favorit bagi 44% konsumen Tiongkok yang memprioritaskan asal seafood.
Meskipun pemeriksaan kualitas lebih berfokus pada bakteri pembawa penyakit, beberapa kasus ketidakpatuhan pada salmon impor pernah dilaporkan. Namun, tidak ada bukti yang meyakinkan yang mengaitkan masalah ini dengan salmon itu sendiri.
Salmon yang dulunya dianggap ikan biasa kini telah berubah menjadi primadona di seluruh dunia. Dengan manfaat kesehatan yang luar biasa dan rasa yang lezat, salmon telah meraih tempat khusus dalam banyak masakan, terutama di Jepang dan Tiongkok. Perjalanan salmon dari ikan yang hampir terlupakan menjadi hidangan global yang sangat dicintai ini menjadi bukti betapa kuatnya daya tarik rasa dan inovasi dalam kuliner.