Hiu paus, ikan terbesar di dunia, menghadapi masa depan yang tidak pasti seiring dengan meningkatnya suhu global. Penelitian menunjukkan bahwa perubahan iklim mendorong makhluk raksasa ini memasuki wilayah baru yang membuat mereka semakin rentan terhadap tabrakan dengan kapal.


Prognosisnya sangat mengkhawatirkan dalam skenario emisi tinggi, kemungkinan hiu paus tertabrak kapal bisa meningkat hingga 15.000 kali lipat.


Perubahan Perairan


Hiu paus biasanya ditemukan di sekitar ekuator, di perairan hangat. Namun, dengan meningkatnya suhu laut, mereka kemungkinan akan berpindah ke wilayah yang lebih dingin. Migrasi ini secara tidak sengaja membawa mereka ke jalur pelayaran internasional. Hiu paus, yang biasanya makan di dekat permukaan laut, lebih rentan terhadap tabrakan dengan kapal. Wilayah yang sangat rentan terhadap ancaman ini termasuk pantai barat Amerika Serikat dan Sierra Leone.



Kebutuhan Tindakan Segera


Profesor David Sims dari Universitas Southampton, salah satu penulis penelitian ini, menekankan pentingnya tindakan iklim yang mendesak. Ia menyarankan bahwa pengurangan pemanasan yang signifikan bisa mengurangi dampak buruk terhadap hiu paus. Penelitian ini, yang diterbitkan dalam jurnal Nature Climate Change, menegaskan bahwa dampak perubahan iklim yang paling kompleks sekalipun dapat diatasi dengan upaya bersama yang konsisten.


Raksasa yang Penuh Misteri


Meskipun ukuran tubuhnya yang luar biasa besar, sangat sedikit yang diketahui tentang kehidupan hiu paus. Sekitar tiga perempat dari populasi mereka tinggal di Lautan Hindia dan Pasifik, sementara sisanya ada di Samudra Atlantik. Secara menarik, aspek dasar dari perilaku mereka, seperti tempat berkembang biak dan struktur populasi, masih banyak yang belum terungkap.



Upaya Pelacakan


Para ilmuwan telah melacak hiu paus dengan menggunakan satellite tags dan laporan kapal. Upaya ini telah mengidentifikasi sekitar 25 titik hotspot di mana hiu paus berkumpul, termasuk daerah-daerah di sekitar pantai Australia, Meksiko, dan St. Helena. Melalui pelacakan ini, para peneliti mendapatkan wawasan yang berharga mengenai habitat yang sering dikunjungi oleh hiu paus.


Perubahan Habitat


Dalam studi ini, para peneliti menggunakan data pelacakan satelit selama 15 tahun untuk memodelkan lokasi habitat hiu paus di berbagai skenario iklim masa depan. Temuan dari studi ini cukup mengkhawatirkan: dalam skenario emisi tinggi, hampir 60% negara akan kehilangan lebih dari setengah habitat hiu paus mereka pada tahun 2100. Wilayah Pasifik Timur khususnya berisiko besar, dengan sebuah area yang lebih besar dari Uni Eropa menjadi tidak layak huni bagi hiu paus.



Perubahan Tak Terduga


Dr. Freya Wormersley, penulis utama dari penelitian ini, merasa terkejut dengan besarnya perubahan habitat yang diprediksi. Model-model menunjukkan bahwa habitat masa depan hiu paus akan tumpang tindih secara signifikan dengan beberapa pelabuhan dan saluran pelayaran terbesar di dunia. Sebagai contoh, risiko tabrakan kapal di pantai utara Pasifik AS bisa meningkat hingga 95 kali lipat.


Tabrakan di Masa Depan


Penelitian ini juga menyoroti bahwa bahkan dalam skenario emisi rendah, risiko tabrakan kapal tetap akan meningkat secara signifikan, hingga 20 kali lipat. Dengan berbagai tekanan lain yang juga mengancam hiu paus, tindakan segera sangat penting untuk memastikan kelangsungan hidup mereka. Melindungi makhluk luar biasa ini dari ancaman tabrakan kapal menjadi prioritas yang mendesak.


Untuk mencegah krisis yang akan datang bagi hiu paus, upaya global yang kuat untuk mengatasi perubahan iklim sangatlah penting. Nasib dari makhluk-makhluk menakjubkan ini sangat bergantung pada komitmen kita untuk mengurangi emisi, serta kemampuan kita untuk menghadapi tantangan masa depan yang rumit akibat dunia yang semakin memanas. Upaya bersama ini sangat dibutuhkan untuk memastikan kelangsungan hidup hiu paus dan kelestarian laut kita.