Belakangan ini, ribuan video di TikTok bermunculan dengan tema "very demure, very mindful" yang berfokus pada cara-cara memperbaiki sikap dan etiket kita.
Awalnya, konsep satir ini dimaksudkan untuk mengejek pandangan tradisional mengenai feminitas, namun kini telah berkembang menjadi fenomena yang jauh lebih besar dari yang diperkirakan.
Fenomena ini tidak hanya menjadi bahan pembicaraan, tetapi juga menjadi tren besar di media sosial. Dalam tren ini, pengguna TikTok membagikan berbagai tips dan tutorial tentang bagaimana mereka menampilkan sikap "demure" (lembut, anggun) dalam kehidupan sehari-hari. Beberapa orang melakukannya dengan cara yang sangat ironis, sementara yang lainnya benar-benar mempraktikkannya sebagai bentuk perwujudan diri. Lalu, apakah ini sekadar tren sesaat atau ada nilai lebih yang dapat diambil dari fenomena ini?
Asal Mula Tren Demureness: Dari Satire ke Populer
Asal-usul tren ini dapat ditelusuri kembali pada konten kreator TikTok, Jools Lebron, yang memperkenalkan ungkapan "very demure, very mindful" dengan sebuah video yang menampilkan pakaian kerjanya yang rapi dan rutinitas makeup yang teliti. Dalam video tersebut, Jools tidak hanya berbicara tentang pentingnya penampilan, tetapi juga bagaimana sikap yang lembut dan penuh perhatian dapat memengaruhi cara orang memandang Anda di dunia profesional maupun sosial.
Apa yang dimulai sebagai bentuk sindiran terhadap stereotip tentang femininitas, cepat berubah menjadi sesuatu yang lebih luas dan diterima oleh banyak orang. Bahkan, Jools Lebron yang awalnya hanya dikenal sebagai seorang konten kreator TikTok, kini semakin populer dan mendapatkan perhatian dari berbagai media besar. Ia pun diundang ke acara-acara seperti Jimmy Kimmel Live! untuk membahas tren yang ia ciptakan tersebut.
Dari Sensasi Internet ke Media Arus Utama
Seiring dengan semakin populernya tren ini, tidak hanya individu yang terlibat, tetapi juga berbagai institusi dan perusahaan besar mulai mengadopsi konsep "demureness". Contohnya, NASA organisasi luar angkasa terbesar di dunia—juga ikut serta dalam tren ini dengan memposting video bertema "demure" yang berfokus pada sikap profesional dan penuh perhatian dalam bekerja. Hal ini membuktikan betapa besarnya jangkauan fenomena ini, yang tidak hanya melibatkan individu di media sosial, tetapi juga entitas-entitas besar yang berusaha untuk tetap relevan dengan tren yang sedang berkembang.
Tak hanya itu, berbagai merek dan perusahaan yang berfokus pada kecantikan dan mode pun turut memanfaatkan popularitas tren ini untuk menarik perhatian konsumen muda. Mereka merilis produk-produk yang dikaitkan dengan citra elegan dan feminin yang sejalan dengan konsep demureness. Dengan semakin luasnya adopsi tren ini, muncul pertanyaan besar: apakah tren ini benar-benar mencerminkan nilai-nilai yang ingin kita terapkan dalam kehidupan sehari-hari, atau justru hanya sebuah ilusi yang tak lebih dari sekadar mode sesaat?
Demureness: Ekspresi Diri atau Kembali ke Ideologi Lama?
Ada berbagai cara orang menafsirkan apa itu demureness dalam konteks modern. Beberapa individu melihatnya sebagai bentuk ekspresi diri yang menunjukkan keanggunan dan kedamaian batin. Bagi mereka, mempraktikkan demureness adalah cara untuk merangkul femininitas dengan cara yang lebih lembut dan penuh perhatian, sebuah pernyataan yang jauh dari stereotip feminin yang keras dan agresif.
Namun, ada juga yang menganggap tren ini sebagai kemunduran ke nilai-nilai kuno yang telah lama ditinggalkan. Sebagian berpendapat bahwa menekankan pentingnya penampilan dan sikap yang terlalu lembut justru berisiko memperkuat harapan yang tidak realistis terhadap perempuan, dan dapat mengarah pada ketidakadilan gender yang lebih besar. Dalam pandangan ini, demureness dianggap sebagai pengingat dari norma sosial yang mengekang kebebasan perempuan untuk mengekspresikan diri secara bebas.
Apa pun penafsiran yang dimiliki setiap orang tentang demureness, jelas bahwa fenomena ini berfungsi sebagai cermin dari perubahan sosial yang cepat di dunia digital. Tren ini juga menyoroti bagaimana bahasa dan konsep budaya terus berkembang, dipengaruhi oleh kekuatan media sosial yang sangat besar dalam membentuk opini publik.
Tren atau Gaya Hidup Sejati?
Sebagai fenomena digital, tren ini tidak bisa dipandang begitu saja tanpa mempertanyakan apakah ada makna lebih dalam yang bisa kita pelajari darinya. Apakah "demureness" yang kita lihat di TikTok benar-benar mencerminkan cara baru untuk menampilkan diri, ataukah hanya ilusi sosial yang akhirnya akan hilang seiring dengan bergantinya tren?
Apa pun pendapat Anda tentang tren ini, satu hal yang pasti: di dunia yang serba cepat dan penuh tekanan seperti saat ini, banyak orang merasa terhubung dengan ide-ide yang mengedepankan kelembutan, perhatian, dan ketenangan. Namun, apakah ini berarti kita harus mengadopsi gaya hidup ini sepenuhnya, atau hanya sekadar menikmati tren yang sedang hits?
Tren "very demure, very mindful" ini memang menawarkan pandangan baru tentang bagaimana kita seharusnya berinteraksi dengan dunia. Namun, dalam mempraktikkannya, kita perlu berhati-hati agar tidak terjebak dalam pencitraan semata. Bagi sebagian orang, ini mungkin hanyalah fase mode yang akan berlalu, tetapi bagi yang lain, ini bisa menjadi cara baru untuk mengartikan keanggunan dan sikap penuh perhatian di zaman modern.
Dengan demikian, apapun yang Anda pilih untuk percayai, apakah demureness ini sesuatu yang hanya sekadar tren atau nilai hidup yang lebih dalam, yang jelas, fenomena ini telah memberikan warna baru dalam dinamika budaya digital yang semakin berkembang pesat.