Crane, terutama Crane Berleher Putih, adalah salah satu spesies burung yang paling langka di dunia, dengan hanya beberapa ribu individu yang tersisa. Burung-burung megah ini terancam punah karena penghancuran habitat dan perburuan liar.


Namun, di antara mereka, ada satu crane yang sangat istimewa bernama Walnut. Sebagai seekor crane betina berusia 23 tahun, Walnut terkenal karena ketidakpeduliannya terhadap crane lain, bahkan selama sepuluh tahun pertama hidupnya, ia tidak pernah bertelur atau berpasangan.


Awal yang Tragis


Kisah Walnut dimulai dengan tragedi. Orangtuanya, yang awalnya hidup bebas di alam liar Tiongkok, menjadi korban perburuan liar. Untungnya, mereka diselamatkan dan dibawa ke International Crane Foundation, di mana mereka menemukan perlindungan. Pada tahun 1981, Walnut lahir di bawah perawatan lembaga tersebut. Sejak awal, staf memiliki harapan besar terhadapnya. Mereka membayangkan bahwa crane betina ini, yang memiliki darah liar, dapat membantu meningkatkan populasi crane Berleher Putih dengan berpasangan dan menghasilkan keturunan.


Seiring bertambahnya usia, staf mulai memperkenalkan calon pasangan untuk Walnut, namun ia tidak menunjukkan minat sama sekali. Setiap kali seekor crane jantan mencoba mendekat, Walnut akan mengibaskan sayapnya dan mengusir mereka dengan teriakan keras yang tajam. Waktu pun berlalu, dan sepuluh tahun tanpa telur menjadi sumber frustrasi bagi staf.


Sikap Agresif Walnut


Akhirnya, setelah melakukan banyak riset dan pertimbangan yang matang, staf memilih seekor crane jantan bernama "Lei" sebagai pasangan potensial untuk Walnut. Mereka berharap, dengan waktu, keduanya dapat membentuk ikatan. Namun, Walnut tidak tertarik. Sebagai seekor crane, begitu pasangan dipilih, mereka akan setia sepanjang hidup. Bagi Walnut, pengenalan terhadap "suami" baru ini terasa seperti penghinaan terhadap kesetiaannya. Walnut segera menyerang Lei, yang dibesarkan di kebun binatang dan tidak pernah terpapar agresi, sehingga tidak mampu membela diri. Sayapnya dicabut, dan dalam beberapa hari, ia meninggal akibat luka parah yang ditimbulkan selama serangan tersebut.


Setelah kejadian ini, staf memutuskan untuk memindahkan Walnut ke kebun binatang lain, berharap ruang yang lebih luas dan lebih banyak crane dapat membuatnya lebih terbuka. Namun, sikapnya tetap sama. Meskipun ada crane jantan baru di sisinya, agresi Walnut menyebabkan kematian crane baru tersebut, sama seperti Lei.


Pertemuan Dengan Clow: Titik Balik Tak Terduga


Pada tahun 2004, pada usia 23 tahun, Walnut dipindahkan ke Smithsonian Conservation Biology Institute di Virginia, di mana ia bertemu dengan Clow, seorang penjaga kebun binatang berusia 28 tahun. Clow telah mengurus 17 crane dan 36 bebek. Pada awalnya, Walnut sangat curiga terhadap Clow. Setiap kali ia mendekat, Walnut akan mengibaskan sayapnya dan mengeluarkan teriakan tajam, seolah berkata, "Jauhi aku, ini wilayahku!"


Namun, Clow tidak mudah menyerah. Setelah menyelesaikan tugasnya dengan hewan lain, ia meluangkan waktu untuk bersama Walnut, mengamatinya dengan cermat dan memberinya makanan kecil. Kesabaran dan tekad Clow akhirnya membuahkan hasil. Seiring waktu, Walnut mulai mempercayainya. Ia tidak lagi melihat Clow sebagai pengganggu, tetapi sebagai sosok yang peduli dan penuh kasih. Mereka membentuk ikatan yang unik. Ketekunan Clow sangat penting dalam meruntuhkan tembok yang dibangun oleh Walnut di sekitarnya.


Perilaku Imprinting: Koneksi Walnut dengan Manusia


Clow segera menyadari sesuatu yang luar biasa tentang Walnut. Berbeda dengan crane lainnya, ia menunjukkan perilaku imprinting yang jelas. Imprinting adalah proses di mana burung melihat makhluk hidup pertama kali setelah menetas dan percaya bahwa makhluk tersebut adalah orangtuanya. Dalam kasus Walnut, Clow menduga bahwa ikatan mereka terbentuk karena Walnut telah menghabiskan banyak waktu dengan manusia selama masa kecilnya. Ia mulai menganggap dirinya lebih manusia daripada crane. Ini menjelaskan mengapa ia tidak tertarik pada crane lain, tetapi merasa nyaman dengan Clow, bahkan mencari perhatiannya.


Perilaku ini sangat mengesankan. Clow percaya bahwa identifikasi Walnut dengan manusia memainkan peran penting dalam sikapnya yang tidak tertarik pada crane lain dan pencariannya akan hubungan dengan manusia. Walnut, meskipun secara fisik adalah crane, memiliki jiwa manusia. Ia tidak sepenuhnya berada di dunia crane, namun juga kesulitan menemukan pasangan sejati di dunia manusia.


Cinta Tumbuh: Kisah Cinta Tak Terduga Antara Clow dan Walnut


Pada awalnya, Walnut menolak pendekatan Clow. Namun, dengan usaha yang terus-menerus, sesuatu yang luar biasa terjadi. Pada musim semi 2005, Walnut menari dengan anggun di hadapan Clow, sebuah tanda untuk menarik perhatian. Clow membalas dengan gerakan yang sama, dan tanpa kata, pemahaman yang mendalam mulai tumbuh di antara mereka. Ikatan mereka semakin dalam, dan Walnut tidak lagi melihat Clow sebagai seorang penjaga, melainkan sebagai pasangan hidup.


Dalam sebuah kejadian yang mengejutkan, Clow melakukan inseminasi buatan pada Walnut, dan ia bertelur dua butir telur yang sangat berharga. Seiring berjalannya waktu, Clow terus merawat Walnut, dan ia bertelur tujuh telur, beberapa di antaranya menetas menjadi crane baru. Clow bahkan bercanda bahwa jika ia dan Walnut benar-benar pasangan, mereka sekarang akan menjadi kakek-nenek yang bangga.


Tahun-Tahun Terakhir Walnut


Sayangnya, Walnut meninggal pada tahun 2023 di usia 42 tahun akibat gagal ginjal. Namun, warisannya tetap hidup. Ia menjadi simbol pentingnya kesabaran, kepercayaan, dan cinta di dunia hewan. Kehidupan Walnut mengingatkan kita betapa dedikasi dan kasih sayang dapat menghasilkan hasil yang tak terduga dan menyelamatkan sebuah spesies.


Lykkers, apakah Anda tidak terkesima dengan bagaimana cinta dan ketekunan seorang manusia bisa mengubah nasib sebuah spesies? Perjalanan Walnut mengajarkan kita kekuatan kesabaran dan koneksi yang tulus, yang tak hanya menyentuh hati, tetapi juga memberikan harapan untuk masa depan spesies langka.