Pengamatan astronomi, yang sudah dimulai sejak 1608, sangat bergantung pada teleskop astronomi. Tidak berlebihan jika dikatakan bahwa kelahiran dan evolusi teleskop merupakan fondasi penting bagi perkembangan astronomi modern.
Seiring dengan peningkatan kemampuan teleskop, astronomi mengalami lompatan besar yang memungkinkan manusia untuk memahami alam semesta dengan lebih baik.
Astronomi, sebagai ilmu alam yang sangat tua namun terus berkembang, berfokus pada pemahaman tentang hukum-hukum yang mengatur alam semesta. Ilmu ini terutama melibatkan pengamatan dan interpretasi kondisi material serta peristiwa yang terjadi pada benda-benda langit. Beberapa area penelitian utama dalam astronomi mencakup distribusi, pergerakan, posisi, status, struktur, komposisi, sifat, asal usul, dan evolusi benda-benda langit. Berbeda dengan ilmu alam lainnya, astronomi lebih banyak mengandalkan pengamatan untuk mengumpulkan informasi tentang benda-benda langit tersebut. Oleh karena itu, mempelajari metode pengamatan dan alat yang digunakan sangat penting bagi para astronom.
Peningkatan dan diversifikasi teknik pengamatan menjadi misi yang terus menerus dilakukan oleh para astronom dan penggemar astronomi, yang mendorong kemajuan astronomi itu sendiri. Secara tradisional, teleskop dianggap ditemukan oleh pembuat kacamata asal Belanda, Hans Lippershey, pada tahun 1608. Namun, pada tahun 1609, astronom Italia Galileo Galilei menciptakan teleskop dengan lensa objektif cembung berukuran 4,4 cm, panjang fokus 1,2 meter, dan lensa okuler cekung, yang mampu memperbesar objek hingga 33 kali lipat. Dengan teleskop ini, Galileo melakukan pengamatan terhadap bulan, matahari, bintang, dan Bima Sakti, serta menemukan bulan-bulan Jupiter dan siklus bintik matahari.
Pada tahun 1611, astronom Jerman Johannes Kepler menciptakan teleskop Keplerian, yang berbeda dari teleskop Galileo dengan menempatkan lensa okuler di belakang titik fokus menggunakan lensa cembung, menghasilkan gambar terbalik. Kelebihannya terletak pada penempatan garis lintang di titik fokus sebagai referensi penargetan objek.
Pada 1668, lahirlah teleskop reflektif pertama, yang ditemukan oleh Isaac Newton setelah mencoba beberapa kali untuk mengasah lensa non-sferis. Teleskop reflektif menggantikan lensa refraktif dengan cermin reflektif. Penemuan ini merupakan pencapaian besar karena teleskop reflektif memiliki berbagai keuntungan, seperti kemudahan konstruksi dan banyaknya kelebihan dibandingkan teleskop refraktif, meskipun masih memiliki keterbatasan tertentu.
Pada tahun 1814, teleskop katadioptrik muncul, dan pada tahun 1931, ahli optik asal Jerman, Bernhard Schmidt, menciptakan teleskop katadioptrik dengan menggabungkan lensa tipis non-sferis dengan cermin sferis. Teleskop ini dikenal dengan kemampuan pengumpulan cahaya yang sangat baik, bidang pandang yang luas, dan sedikit distorsi, sangat unggul dalam mengambil foto langit yang luas, terutama untuk nebula-nebula samar. Teleskop jenis ini menjadi alat yang sangat diperlukan dalam pengamatan astronomi, menggabungkan keuntungan dari teleskop refraktif dan reflektif, serta ideal untuk astronomi amatir dan fotografi.
Selama lebih dari tiga abad, teleskop optik tetap menjadi alat utama dalam astronomi. Pada tahun 1932, Karl Jansky mendeteksi radiasi gelombang radio dari pusat Bima Sakti menggunakan antena radio, yang menandai jendela pertama bagi umat manusia untuk melakukan pengamatan di luar panjang gelombang optik tradisional. Pada tahun 1960-an, astronomi menyaksikan empat penemuan besar, quasar, pulsar, molekul antarbintang, dan radiasi latar gelombang mikro kosmik, yang berhasil ditemukan melalui pengamatan menggunakan teleskop radio.
Astronomi menjadi garda terdepan bagi umat manusia dalam memahami alam semesta, serta memegang posisi yang sangat penting dalam pengembangan ilmu pengetahuan nasional. Tingkat inovasi dalam bidang astronomi mencerminkan kemampuan teknologi suatu negara, terutama negara besar, serta menjadi tolok ukur signifikan bagi kemajuan suatu bangsa.
Dengan semakin majunya teknologi dan teleskop yang semakin canggih, pengamatan alam semesta tidak lagi terbatas pada pengamatan visual, tetapi juga pada spektrum gelombang radio dan bahkan gelombang gravitasi. Perkembangan teleskop dan alat pengamatan lainnya memberi peluang yang sangat besar untuk menjawab pertanyaan-pertanyaan besar tentang alam semesta dan tempat kita di dalamnya.